DIALOG UANG LOGAM

on Jumat, 30 November 2012

Sengatan matahari menusuki kesadaran hari, anak itu melangkah menyusuri aspal hitam yang mengkilap di guyur ultraviolet. Bayangan mobil, motor serta lalu lalang orang telah mengambang di otaknya, dan yang pasti recehan logam begitu nyata membayang dalam fikirannya. Semua itu begitu memompa semangatnya untuk melangkah meski harus melawan sengatan matahari, melipat gandakan kekuatannya meski perut itu dari tadi pagi belum terisi makanan sama sekali. Ya energinya saat ini seperti asterik yang minum ramuan ajaib, meningkat dari luar kodratnya.
Pertigaan itu sudah nampak, tinggal beberapa meter lagi dia akan sampai di sana, ya dia akan berada ditengah seliweran mobil dan motor itu dengan gelas air mineral di tangan dan tak lupa dengan sedikit suara yang agak sumbang untuk melancarkan kerjanya. Bayangan itu begitu nyata lagi, setumpuk uang receh di tangan, senyum simpul akan bertengger di bibirnya, ah terasa indah rasanya, mengalahkan malam pertama sepasang pengantin.
Dia mempercepat langkahnya, bayangan itu benar-benar sangat menggodanya, menguji imannya. Langkahnya semakin cepat, semakin tak tahu keadaan dan tiba-tiba ” braaak”, suara itu membelah kebisingan hari.
###
Pelan-pelan sekali garasi itu terbuka dan escudo merah cerah keluar dengan pelan pula, tampak di belakang garasi itu sebuah gedung bertingkat menjulang dengan tegak melawan desir angin yang membelai pematang cerita.
Pelan-pelan escudo itu meluncur membelah siang yang panas, tampak pula senyum manis bercampur mangga muda di dalam escudo itu, senyumdari seorang perempuan muda, senyum kedamaian atas dunia yang telah berhasil di rengkuhnya. Dengan gayanya yang simpel ia menghisap rokoknya, mecoba melepaskan ekspresinya yang terkungkung.
Tepat di depan gedung rumah sakit Cipta Rasa dia turun dari escudonya, perlahan menyusuri lorong-lorong sunyi rumah sakit itu hingga sampai pada ruangan yang asri. ” tok, tok, tok,” ia mulai mengetuk pintu. Kemudian tampak senyum menawan dari sosok tampan dari dalam ruangan itu seraya pintu terbuka, cipika-cipiki pun terlahir dengan sendirinya. Pembicaraan pun mengalun seperti irama syahdu dari nostalgia masa kanak, tak pernah puas, dan hanya desir-desir udara yang mampu mengkawaninya.
Restoran itu masih sepi, mungkin karena masih sore, biasanya para pengunjung mulai ramai ketika sehabis magrib, dan di sudut paling utara itu sepasang manusia sedang terlibat dalam pembicaraan yang serius, itu tampak dari makanan di mejanya yang belum tersentuh sama sekali.
Para pengunjung mulai banyak yang berdatangan seiring kumandang musafir malam mengadukan keresahan selama sehari tadi, waktunya merefresh diri dengan basuhan air wudhu’. Dan para pelayan mulai sibuk melayani pengunjung, itu tampak dari rautnya. Suasana pun mulai ramai dengan berbagai celoteh para pengunjung itu, suasana yang pas untuk mengkomunikasikan diri dengan cara lama.
” aku sudah tiga bulan telat ” si pria membaca lukisan huruf di tisu yang di sodorkan oleh sang permpuan yang ada di depannya.
Si pria masih diam, mungkin berpikir atau malah tertawa dalam hati.
“ bagaimana? “ mata si wanita terbelalak melihat tulisan di atas kertas tipis itu. Mungkin ia merasa bingung, atau juga marah dengan sikap sang prianya.
” TANGGUNG JAWAB ” mata pria itu sepertinya juga terkejut memelototi kertas itu.
Tampak raut muka si pria seperti seorang yang kebingungan, mungkin sebuah pilihan dan konsekuensi tergambar rapi dalam hatinya. Diam, mereka sepertinya kompak dalam satu suasana.
Akhirnya mereka meninggalkan tempat itu tanpa ada sebuah kata-kata dari keduanya, di dalam mobil mereka pun terjebak dalam sebuah 1 keyakinan : DIAM.
###
Para perawat sedang sibuk di ruang UGD, seorang pasien tanpa identitas sedang butuh pertolongan agar nyawanya selamat. Tampak dari kepalanya darah mengucur deras, para perawat itu mulai menanganinya denga sangat teliti.
” tok, tok, tok ”
” masuk ” jawab dari dalam ruangan itu setelah lebih dari 3 kali ketukan itu mengalun baru mendapat tanggapan.
” dok, ada pasien perlu pertolongan” kata suster itu dengan nafas masih tersengal-sengal.
” tangani kamu saja, masak 3 tahun jadi perawat tidak bisa menangani 1 pasien saja” jawabnya ketus.
” tapi pasien ini perlu dioperasi dok ” dokter itu malah diam, mungkin berpikir.
Akhirnya dengan berbagai macam penjelasan dokter itu pun datang ke ruang UGD, tanpa pikir panjang akhirnya pasien itu pun di tangani oleh dokter itu. Hal yang mengundang tanda tanya dari para perawat, sebuah hal yang tidak biasa dari dokter. Biasanya jika ada pasien yang harus dioperasi dokter masih berlam-lama tanpa alasan yang jelas, namun hari ini dia langsung menangani pasien tersebut. Kemajuan yang bagus kata para perawat itu serentak dalam hati.
Di ruang pavilium dokter masih menjagai pasien itu, menjagai bocah lusuh yang terbaring kaku dengan berbagai selang infus melilit tubuhnya. Di luar ruang tampak perempuan dengan dandanan lusuh mengamatinya, ada sesuatu yang menyentak hatinya. Seustu yang menerbangkannya pada beberapa tahun yang lalu, pada luka yang telah merusak cita-citanya.
Para perawat mulai berbisik seiring dengan tingkah dokter yang selalu menjagai bocah itu, sebuah keanehan yang telah menyita perhatian mereka. Dan tanpa sepengetahuan dari orang-orang rumah sakit perempuan dengan dandanan lusuh itu juga selalu mengamatinya dari luar ruangan, tanpa berani masuk ke dalamnya.
Dokter itu merasa melihat masa kecil dirinya dari dalam diri bocah yang menjadi pasiennya, mungkin karena kesamaan nasib yang membentuk rasa tersebut, atau mungkin ada hal lain. Semua itu masih sebatas tanda tanya, tanpa ada jawaban.
Di bangku papan di taman rumah sakit seorang perempuan memandangi uang logam yang beberapa hari yang lalu di temukan anaknya, uang logam dengan hanya satu sisi yang bergambar, sedang sisi yang satunya polos tak bergambar dan juga tak bertuliskan apapun. Dia menimang-nimang uang itu, mungkin bertanya-tanya tentang uang yang ada dalam genggamannya. “mungkinkah semua ini ada hubungannya dengan dokter yang telah menangani anaknya” tanyanya dalam hati kecilnya. Semakin lama ia semakin tenggelam dalam kebingungan fikirannya sendiri, dan juga bercampur dengan ketakutan tentang masa lalunya, dan akhirnya ia pun terlelap bersama sapuan angin malam di keningnya.
###
Pagi yang cerah, matahari sepertinya tersenyum pada alam. Di dalam ruang pavilium, seorang anak sedang menikmati kasih sayang ibunya. Dan tepat dari balik pintu dokter itu masuk dengan senyum mengembang, namun tiba-tiba kakinya terhenti setelah dua mata itu saling pandang, sebuah tatapan mata yang pernah beradu mencipta semacam kesepakatan beberapa tahun yang lalu.
” Ni….ken ” ucap dokter itu tanpa sadar.
” Dhiiiikaaa ” balas perempuan lusuh itu.
Dan tanpa perintah dari siapapun, keduanya pun berpelukan. Dua keping uang logam jatuh ke lantai, bocah itu memandanginya dengan keheranan. Bukan pada uang logam itu, tapi pada sepasang makhluk yang berpelukan.
Malang, 21 September 2008

0 komentar:

Posting Komentar