MENGUNJUNGI MALAM

on Jumat, 30 November 2012

Seperti malam terdahulu aku masih menunggumu di tempat ini, persis saat kau pamit untuk menjemput mimpimu aku merasakan perasaan yang benar-benar tak dapat aku mengerti. Sebuah cerita yang terus menerus berkejaran di otakku, dan mungkin akan menyeretku yang mulai tak berdaya ini, ya akan memaksaku untuk melakukan apa yang pernah dulu aku lakukan saat otot-otot di tubuh ini masih sangat kokoh. Sedang malam ini tubuhku mulai tidak kuat menahan sapaan udara, seperti orang yang lama mengasingkan diri dan tiba-tiba harus menggauli keramaaian. Rasanya canggung, ya aku merasa aneh malam ini dan semua terasa berat untuk dilalui. Ya kakiku seperti terpaku pada tanah, tak bisa digerakkan. Begitu juga dengan badan ini, rasanya aku seperti gorilla yang tak bisa bebas melangkah kemana-mana padahal tubuhku sangat kurus, ramping dan sangat minimalis sekali.
Sepagi ini aku sudah bangun, entahlah apa yang membuatku cepat-cepat bangun dari fantasi yang melelap dalam mimpi padahal aku biasanya selalu bangun saat matahari sudah meninggi, aku juga merasa sangat aneh hari ini, aku terlihat sangat rajin sekali menurut pandanganku sendiri. Ya aku tampak lebih bersemangat dari kemarin-kemarin, lebih keliatan segar dan tentunya lebih bergairah untuk menggoresi langit dengan warna-warni cahaya. Aku sedikit mulai berpikir, mencari-cari alasan atas perubahan yang lebih ke arah positif ini padahal aku terkesan menjadi lebih negatif biasanya. Ya aku mulai memutar memoriku ke belakang, mengingat-ngingat kejadian yang kulalui siapa tahu aku pernah bertemu seseorang yang mungkin suci dan sudi memberikan kesuciannya padaku. Tapi setelah semakin keras memikirkan hal itu, rasanya tak ada kejadian yang menurutku janggal sebab aku juga tidak begitu keluar rumah, aku lebih senang mengurung diri di kamar sambil memnadangi figura yang terpajang manis di atas dipanku. Ya mengisi hariku dengan aneka imajinasi tentangnya, tentang senyum manis yang sempat menaburi hatiku dengan mawar-mawar putih. Setidaknya aku bisa menikmati senyumnya meski dengan cara yang berbeda dari sebelumnya, sedikit mampu menghibur diri yang sedikit kusam. Kecuali malam hari, itu pun hanya beberapa malam tertentu saja keluar rumah tidak setiap malam aku menyapa udara malam, sebab aku merasa udara malam kadang membuatku berpikiran semakin renta.
Seperti malam sebelumnya aku keluar rumah lagi, ya hanya untuk mendatangi tempat terakhir dimana kita saling memahami diri kita masing-masing dengan saling melumat bibir dan meresapi rasa yang tersebar ke segala penjuru tubuh. Sekedar menghibur kesunyian ini dengan menikmati sudut-sudut percumbuan yang pernah kita cipta bersama, ya kita pun sempat bersepakat menjadikan sudut-sudut itu menjadi bagian dari sejarah dari negara, sebuah keegoisan yang teramu dari dua keinginan yang tak pantang menyerah. Sekarang aku sudah punya kegiatan rutin, mengunjungi malam dengan udaranya serta mengingat kembali percumbuan-percumbuan yang sempat tercecer di aspal-aspal yang mulai lapuk disapu hujan. Ya aku sudah tidak terlalu menganggur pada malam hari, menjadi pengunjung situs-situs sejarah yang tak sempat kurawat. Aku berlagak sebagai arkeolog yang senang dengan benda-benda purbakala, menyanjung artefak-artefak yang selalu mengingatkanku padamu, dan juga melengkapi mimpiku dengan bermacam warna cahaya.
Hari-hariku berjalan seperti biasanya, mengurung diri di kamar saat matahari menyengat dan mengunjungi malam dengan mimpi yang belum sempurna sebelum terpikat denga gemintang. Meski terkesan monoton, aku merasakan kenikmatan yang luar biasa karena aku bisa menemuimu dengan caraku sendiri dan mungkin berbeda dengan cara orang kebanyakan. Aku tidak terlalu memperdulikan itu, aku hanya ingin menikmati hidup dengan caraku sendiri serta mampu membahagiakan diriku sendiri karena aku yakin setiap orang mempunyai cara yang berbeda untuk membahagiakan dirinya. Aku tidak ingin ambil pusing dengan apa yang dikatakan orang, sebab aku selalu menyumbat kupingku dengan kapas jika ingin menggauli keramaian.
***
Entah sudah berapa tahun aku menikmatimu dengan cara yang berbeda, mencumbuimu dengan cara yang sederhana dan menggauli keramaian jika hanya bernafsu saja. Aku lebih asyik dengan kesunyian yang aku guratkan, lebih nyaman menyusuri malam seorang diri. Aku kembali mengamati figura manis yang masih kokoh di atas dipanku, namun mulai sedikit berdebu sebab belakangan ini aku tidak sempat bersih-bersih termasuk bersih diri aku pun mulai jarang. Waktuku banyak tersita dengan menikmatimu, membalas senyummu yang manis dalam lelap mentari hingga tak jarang aku merasa gatal di sekujur tubuh, tapi aku malah menikmati gatal-gatal itu sebab aku selalu merasa kau yang menggaruki kulit ini dengan sisir bekas yang kau gunakan menyapu rambutmu.
Malam ini aku kembali mendatangi tempat terakhir dimana kita melepas desah kita dengan nyaman serta meninggalkan ketentraman dihati ikan-ikan di bawah jembatan ini, ya aku menguak kabut yang lama tidak disinggahi hanya untuk menikmatimu dengan cara yang berbeda. Ya mengingat desahan yang lama tidak dapat aku nikmati secara nyata, menjadikannya bekal untuk bermimpi-mimpi dengan sederhana pula, menenun kenangan menjadi sebentuk pengharapan akan lumatan-lumatan yang kita gariskan dahulu.
Mengunjungimu dengan pakaian sederhana, dengan cara sederhana dan dengan perayaan sederhana pula, cukup membagi nafsu yang merangsek naik ke bibir dan menuangkan secawan madu di bibir mungilmu yang kemudian memupuk jadi berjuta-juta pengharapan dan doa. Ya menikmati rembulan hanya dengan sedikit memejamkan mata dan berpura-pura berdialog dengannya serta juga bertutur rasa untuk prolog dari persengkongkolan yang kekal, menandatangani persetujuan awal sebelum memasuki inti dari pengharapan yang mulai mengental.
Mengunjungi malam dengan bertelanjang dada, mencoba melawan kerentaan yang tak masuk akal serta juga mengingat lipstikmu yang sempat menggambar bibir di dadaku. Mengingat penghamilan yang menyebabkan kau tidak percaya lagi padaku namun sebelum kau meninggalkanku malah memintaku untuk mengulangi kembali proses penghamilan itu, yang juga membuatku berdiri keheranan ketika kau berbisik akan memperkosaku di malam terakhirmu di kota ini. ya kado perpisahan katamu, membuatku semakin terheran saja dengan alasanmu meninggalkan kotaku. Bukan karena kenikmatan aku menyanggupi keinginanmu, melainkan hanya mencoba memberikan kesan terakhir yang indah dan mungkin akan selalu kau ingat sepanjang hidupmu.
Seperti pagi yang kering karena kau tak pernah mengunjungiku disaat aku terlelap dengan mimpi basahku, kau selalu mengunjungiki pas tengah malam hanya untuk membagi kelelahanmu yang ditandai dengan desahanmu yang sekali-kali dibarengi dengan rontaan nakal, mungkin untuk memercikkan kenakalanku hingga kau kadang menggigit putingku sampai merah. Kau kadang terkesan nakal dan manja, namun itulah yang membuat aku senang padamu, yang membuat dadaku seperti menjaga bara.
Seperti malam ini aku mencumbui bayanganmu, meraih kenikmatan yang sempat aku rengkuh saat bersamamu dulu.
Bersama rintih malam aku menuangkan doaku,
Malang 15 Februari 09

0 komentar:

Posting Komentar