Sengatan
matahari menusuki kesadaran hari, anak itu melangkah menyusuri aspal
hitam yang mengkilap di guyur ultraviolet. Bayangan mobil, motor serta
lalu lalang orang telah mengambang di otaknya, dan yang pasti recehan
logam begitu nyata membayang dalam fikirannya. Semua itu
begitu memompa semangatnya untuk melangkah meski harus melawan sengatan
matahari, melipat gandakan kekuatannya meski perut itu dari tadi pagi
belum terisi makanan sama sekali. Ya energinya saat ini seperti asterik
yang minum ramuan ajaib, meningkat dari luar kodratnya.
Pertigaan
itu sudah nampak, tinggal beberapa meter lagi dia akan sampai di sana,
ya dia akan berada ditengah seliweran mobil dan motor itu dengan gelas
air mineral di tangan dan tak lupa dengan sedikit suara yang agak
sumbang untuk melancarkan kerjanya. Bayangan itu begitu nyata lagi,
setumpuk uang receh di tangan, senyum simpul akan bertengger di
bibirnya, ah terasa indah rasanya, mengalahkan malam pertama sepasang
pengantin.
Dia
mempercepat langkahnya, bayangan itu benar-benar sangat menggodanya,
menguji imannya. Langkahnya semakin cepat, semakin tak tahu keadaan dan
tiba-tiba ” braaak”, suara itu membelah kebisingan hari.
###
Pelan-pelan
sekali garasi itu terbuka dan escudo merah cerah keluar dengan pelan
pula, tampak di belakang garasi itu sebuah gedung bertingkat menjulang
dengan tegak melawan desir angin yang membelai pematang cerita.
Pelan-pelan
escudo itu meluncur membelah siang yang panas, tampak pula senyum manis
bercampur mangga muda di dalam escudo itu, senyumdari seorang perempuan
muda, senyum kedamaian atas dunia yang telah berhasil di rengkuhnya.
Dengan gayanya yang simpel ia menghisap rokoknya, mecoba melepaskan
ekspresinya yang terkungkung.
Tepat di depan gedung rumah sakit Cipta
Rasa dia turun dari escudonya, perlahan menyusuri lorong-lorong sunyi
rumah sakit itu hingga sampai pada ruangan yang asri. ” tok, tok, tok,”
ia mulai mengetuk pintu. Kemudian tampak senyum menawan dari sosok
tampan dari dalam ruangan itu seraya pintu terbuka, cipika-cipiki pun
terlahir dengan sendirinya. Pembicaraan pun mengalun seperti irama
syahdu dari nostalgia masa kanak, tak pernah puas, dan hanya desir-desir
udara yang mampu mengkawaninya.
Restoran
itu masih sepi, mungkin karena masih sore, biasanya para pengunjung
mulai ramai ketika sehabis magrib, dan di sudut paling utara itu
sepasang manusia sedang terlibat dalam pembicaraan yang serius, itu
tampak dari makanan di mejanya yang belum tersentuh sama sekali.
Para
pengunjung mulai banyak yang berdatangan seiring kumandang musafir
malam mengadukan keresahan selama sehari tadi, waktunya merefresh diri
dengan basuhan air wudhu’. Dan para pelayan mulai sibuk melayani
pengunjung, itu tampak dari rautnya. Suasana pun mulai ramai dengan
berbagai celoteh para pengunjung itu, suasana yang pas untuk
mengkomunikasikan diri dengan cara lama.
” aku sudah tiga bulan telat ” si pria membaca lukisan huruf di tisu yang di sodorkan oleh sang permpuan yang ada di depannya.
Si pria masih diam, mungkin berpikir atau malah tertawa dalam hati.
“
bagaimana? “ mata si wanita terbelalak melihat tulisan di atas kertas
tipis itu. Mungkin ia merasa bingung, atau juga marah dengan sikap sang
prianya.
” TANGGUNG JAWAB ” mata pria itu sepertinya juga terkejut memelototi kertas itu.
Tampak
raut muka si pria seperti seorang yang kebingungan, mungkin sebuah
pilihan dan konsekuensi tergambar rapi dalam hatinya. Diam, mereka
sepertinya kompak dalam satu suasana.
Akhirnya
mereka meninggalkan tempat itu tanpa ada sebuah kata-kata dari
keduanya, di dalam mobil mereka pun terjebak dalam sebuah 1 keyakinan :
DIAM.
###
Para
perawat sedang sibuk di ruang UGD, seorang pasien tanpa identitas
sedang butuh pertolongan agar nyawanya selamat. Tampak dari kepalanya
darah mengucur deras, para perawat itu mulai menanganinya denga sangat
teliti.
” tok, tok, tok ”
” masuk ” jawab dari dalam ruangan itu setelah lebih dari 3 kali ketukan itu mengalun baru mendapat tanggapan.
” dok, ada pasien perlu pertolongan” kata suster itu dengan nafas masih tersengal-sengal.
” tangani kamu saja, masak 3 tahun jadi perawat tidak bisa menangani 1 pasien saja” jawabnya ketus.
” tapi pasien ini perlu dioperasi dok ” dokter itu malah diam, mungkin berpikir.
Akhirnya
dengan berbagai macam penjelasan dokter itu pun datang ke ruang UGD,
tanpa pikir panjang akhirnya pasien itu pun di tangani oleh dokter itu.
Hal yang mengundang tanda tanya dari para perawat, sebuah hal yang tidak
biasa dari dokter. Biasanya jika ada pasien yang harus dioperasi dokter
masih berlam-lama tanpa alasan yang jelas, namun hari ini dia langsung
menangani pasien tersebut. Kemajuan yang bagus kata para perawat itu
serentak dalam hati.
Di
ruang pavilium dokter masih menjagai pasien itu, menjagai bocah lusuh
yang terbaring kaku dengan berbagai selang infus melilit tubuhnya. Di
luar ruang tampak perempuan dengan dandanan lusuh mengamatinya, ada
sesuatu yang menyentak hatinya. Seustu yang menerbangkannya pada
beberapa tahun yang lalu, pada luka yang telah merusak cita-citanya.
Para
perawat mulai berbisik seiring dengan tingkah dokter yang selalu
menjagai bocah itu, sebuah keanehan yang telah menyita perhatian mereka.
Dan tanpa sepengetahuan dari orang-orang rumah sakit perempuan dengan
dandanan lusuh itu juga selalu mengamatinya dari luar ruangan, tanpa
berani masuk ke dalamnya.
Dokter
itu merasa melihat masa kecil dirinya dari dalam diri bocah yang
menjadi pasiennya, mungkin karena kesamaan nasib yang membentuk rasa
tersebut, atau mungkin ada hal lain. Semua itu masih sebatas tanda
tanya, tanpa ada jawaban.
Di
bangku papan di taman rumah sakit seorang perempuan memandangi uang
logam yang beberapa hari yang lalu di temukan anaknya, uang logam dengan
hanya satu sisi yang bergambar, sedang sisi yang satunya polos tak
bergambar dan juga tak bertuliskan apapun. Dia menimang-nimang
uang itu, mungkin bertanya-tanya tentang uang yang ada dalam
genggamannya. “mungkinkah semua ini ada hubungannya dengan dokter yang
telah menangani anaknya” tanyanya dalam hati kecilnya. Semakin lama ia
semakin tenggelam dalam kebingungan fikirannya sendiri, dan juga
bercampur dengan ketakutan tentang masa lalunya, dan akhirnya ia pun
terlelap bersama sapuan angin malam di keningnya.
###
Pagi
yang cerah, matahari sepertinya tersenyum pada alam. Di dalam ruang
pavilium, seorang anak sedang menikmati kasih sayang ibunya. Dan tepat
dari balik pintu dokter itu masuk dengan senyum mengembang, namun
tiba-tiba kakinya terhenti setelah dua mata itu saling pandang, sebuah
tatapan mata yang pernah beradu mencipta semacam kesepakatan beberapa
tahun yang lalu.
” Ni….ken ” ucap dokter itu tanpa sadar.
” Dhiiiikaaa ” balas perempuan lusuh itu.
Dan
tanpa perintah dari siapapun, keduanya pun berpelukan. Dua keping uang
logam jatuh ke lantai, bocah itu memandanginya dengan keheranan. Bukan
pada uang logam itu, tapi pada sepasang makhluk yang berpelukan.
Malang, 21 September 2008